Tugas mentoring Inaguration Day 2015

 

Makna Hijrah dalam Al-Qur’an

Arti hijrah dalam Al-Quran adalah Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain.

Hijrah berhukum sunnah bagi orang yang mampu melakukan hijrah namun tidak berhijrah, dan ia masih mungkin memenangkan agamanya di daar al-Kufur. Imam Ibnu Qudamah dalam al-Mughniy menjelaskan sebab kesunnahan hijrah dalam keadaan tersebut, sebagai berikut, “Jika penduduk muslim masih mampu memperkuat jihad , memobilisasi kaum muslim, membantu mereka, dan jika ia masih mungkin melenyapkan kekuatan dan persekutuan kaum kafir, serta membinasakan panji-panji kemungkaran, maka mereka tidak wajib hijrah, karena mereka masih sanggup menegakkan kewajiban agamanya, meskipun tanpa harus berhijrah ke Daar al- quran“. Kemudian, beliau meriwayatkan sebuah hadits dari Nu’aim al-Nahaam, bahwasanya ia hendak hijrah ke Madinah. Lalu, kaumnya, Bani ‘Adiy, mendatangi dirinya dan berkata, “Tetap tinggallah anda di negeri kami, dan anda tetap di atas agama anda. Dan kami akan melindungi anda dari orang-orang yang hendak menyakiti anda….’ Beliau pun mengurungkan diri untuk berhijrah beberapa waktu lamanya, lalu setelah itu beliau berhijrah. Nabi saw berkata kepadanya, “Perlakuan kaummu terhadap dirimu lebih baik dibandingkan perlakuan kaumku kepadaku. Kaumku telah mengusirku, dan hendak membunuhku. Sedangkan kaummu, menjaga dan melindungimu..”

Tafsir Annisa Ayat 97:
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, para malaikat bertanya, “Bagaimana kalian ini?” Mereka menjawab, “Kami dulu tertindas di bumi.” Mereka (para malaikat) berkata, “Bukankah bumi Allah itu luas, kalian dapat berhijrah di dalamnya?” Mareka itu tempatnya Jahannam, dan itulah tempat kembali yang paling buruk.”

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat”:
Setiap manusia, kalau begitu, pasti mati, tidak ada yang abadi di dunia. Dan yang mewafatkan itu malaikat, petugas Allah, bukan petugas manusia, karena itu pewafatan itu pasti terlaksana, karena malaikat itu tidak pernah berbuat curang. Cara pewafatannya dalam ayat lain (al-Anfal/8:50) disebutkan bahwa orang-orang yang berdosa sampai dipukuli muka dan pinggul mereka supaya ruh mereka keluar, karena ruh itu lari ke setiap sel-selnya yang paling kecil. Orang-orang yang baik-baik cukup ruhnya dipersilahkan meninggalkan jasadnya, ruh itu akan keluar dengan sukacita.

“Dalam keadaan menganiaya diri sendiri”
Yaitu berdosa, di antaranya tidak mau berhijrah. Kasusnya mengenai hijrah dari Makkah ke Madinah pada zaman Nabi saw. Setelah itu kasusnya diterapkan kepada siapa saja yang tidak mau berinisiatif mencari kebebasan, kemerdekaan, dsb., dan memperbaiki keadaan dari kondisi yang tidak/kurang baik kepada kondisi yang lebih baik lagi.

“Malaikat bertanya, “Bagaimana kalian ini?”
Pertanyaan itu isyarat bahwa yang bersangkutan tidak orang baik. Bila orang itu baik tentu malaikat akan menyapanya dengan salam.

“Mereka menjawab, ‘Kami dulu tertindas di bumi (Mekah).’
Mustadh’afin makna harafiyahnya adalah “mereka yang dibuat tak berdaya”. Setiap manusia diberi oleh Allah energi, kekuatan, dan kemampuan. Bila manusia lemah, itu tanda ada unsur luar yang membuatnya lemah, dan itu harus diatasi.

“Mereka (para malaikat) berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, kalian dapat berhijrah di dalamnya?’
Tertindas dengan demikian tidak dapat dijadikan alasan untuk lemah. Ketertindasan secara politik, ekonomi, sosial, dsb. tidak boleh didiamkan, tetapi harus diatasi. Caranya: migrasi. Bila tidak migrasi, membebaskan diri dari ketertindasan itu.

”Mereka itu tempatnya Jahannam, dan itulah tempat kembali yang paling buruk,”
Jahannam adalah neraka yang paling dalam, karena itu tentu amat dahsyat. Tidak mau migrasi atau berusaha membebaskan diri dari ketertindasan, jangan dikira akan dikasihani Allah. Justru dihukum dengan hukuman yang paling berat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *